22/11/2015

Pulau Pedamaran

Pulau Pedamaran adalah sebuah pulau yang terletak di muara Sungai Rokan di Kabupaten Rokanhilir Propinsi Riau.

Pada mulanya, sekitar ratusan tahun yang lalu, Pulau Pedamaran ini merupakan sebuah Pulau yang sangat kecil. Kemudian dengan berjalannya waktu, pulau ini mengalami perubahan secara alami, sehingga pulau ini semakin melebar dan memanjang.

Pulau ini disebut dengan nama Pulau Pedamaran dikarenakan dipulau ini banyak di tumbuhi dengan Kayu Damar, yaitu sejenis kayu yang menghasilkan getah. Getah kayu ini dinamakan Damar, dalam bahasa setempat dinamakan dengan "DAMA". Sebenarnya masyarakat setempat menamakan kayu tersebut diambil dari nama getahnya. Karena yang dimanfaatkan masyarakat pada masa itu adalah getahnya yang dinamakan dengan Damar, maka masyarakat menamakan Kayu yang menghasilkan Damar tersebut dengan nama Kayu Damar atau Pohon Damar.

Selain pulau ini dinamakan Pulau Pedamaran, Pulau ini disebut juga sebagai "Pulau Tuan Syehk".
Karena dulunya ketika masih merupakan pulau kecil, ada seseorang yang disebut sebagai “Tuan Syehk" pernah mendiami pulau ini.

Menurut keterangan seseorang Syehk yang bernama "Syehk Maulana Ubaidillah Sholihin", yang dimintai keterangan oleh KH.BACHTIAR AHMAD, bahwa Syehk yang mendiami pulau tersebut adalah seorang ulama yang bergelar “Syehk Marhum”.

Syehk Marhum adalah seorang ulama yang berasal dari “Kerajaan Siak” yang telah mendapat restu dari Sultan Syarif Hasyim (ayah Sultan Syarif Kasim II) untuk berdakwah mensyiarkan syari'at Islam di bagian hilir Sungai Rokan.

Beliau adalah salah seorang guru mengaji dari Sultan Syarif Kasim II (lahir tahun 1893) ketika masih kanak-kanak.

Lalu ketika Sultan Syarif Kasim II beranjak dewasa dan berangkat belajar ke Makkah, Syehk Marhum mohon izin kepada Sultan Syarif Hasyim untuk berdakwah mensyi'arkan syari'at Islam di wilayah hilir Sungai Rokan, yang konon ketika itu masih banyak penduduk yang mencampur adukkan ajaran Islam dengan paham “animisme”.

Setelah mendapat izin dan restu dari Sultan Syarif Hasyim, maka Syehk Marhum bersama isteri dan ketiga anaknya (1 laki-laki dan 2 perempuan), berangkat menuju Sungai Rokan dan memilih menetap di “Suak Air Hitam”, yang konon pada masa itu adalah sebuah “Bandar” atau “Pelabuhan” yang cukup ramai dan tempat penimbunan hasil hutan yang akan dijual oleh para pedagang baik ke Bagansiapiapi maupun keluar Bagansiapiapi.

Syaikh Marhum tinggal dan menetap di Suak Air Hitam kurang lebih 3-5 tahun, dan pada masa-masa itulah beliau membuat kolam ikan dan menjinakkan buaya sungai Rokan di pulau yang terletak di tengah-tengah sungai Rokan antara Suak Air Hitam dan Sungai Sialang tersebut, yang pada akhirnya pulau tersebut disebut sebagai “Pulau Tuan Syehk”, dan buaya-buaya yang beliau jinakkan juga disebut-sebut sebagai “Buaya Tuan Syeh”. Sebab buaya-buaya tersebut dengan “Izin Allah” bisa menjadi jinak ditangan beliau.

Setelah beberapa tahun di Suak Air Hitam dan karena anak-anak perempuannya sudah menikah, Syehk Marhum pindah ke Desa Sungai Sialang dan wafat serta dimakamkan disana.

Pada saat sekarang, pulau ini sudah dihubungkan dengan dua Jembatan, yaitu Jembatan Pedamaran I dan Jembatan Pedamaran II. Tepatnya di Batu 8 Desa Labuhan Tangga Kecamatan Pekaitan. Dengan adanya Jembatan ini, maka akses jalan Lintas Pesisir dari Dumai ke Sumatra Utara sudah bisa dilalui.

Banyak situs-situs bersejarah yang punah dan belum terangkat. Karena ulah masyarakat yang tidak peduli dengan sejarah. Bahkan Pemerintah Kabupaten-pun banyak yang memusnahkan bangunan-bangunan tua peninggalan Belanda dan bagunan bersejarah lainnya, dengan alasan untuk Pembangunan.


Dikutip dari beberapa sumber, termasuk dari website milik KH.BACHTIAR AHMAD.


<<==========☆===========>>



Tidak ada komentar: